Thursday, July 6, 2017

STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK


STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK
Salah satu unsur yang paling penting dalam merancang kontrak, yaitu si perancang harus memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang dibuat. Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat.
Strukur kontrak yang berdemensi nasional adalah 12 hal pokok yaitu
1. Judul kontrak
Judul kontrak adalah kepala dari kontrak. Judul kontrak biasanya
a.       Sama dengan isi kontrak yang bersangkutan
b.      Mencerminkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam yang bersangkutan;
c.       Judul kontrak tidak terlalu luas dan tidak terlalusan tidak sempit.
2.     2. Pembukaan kontrak
Pembukaan kontrak merupakan bagian awal dalam suatu kontrak. Ada dua model pembukaan kontrak, yaitu
a.       Tanggal kontrak disebutkan pada bagian awal kontrak
b.      Tanggal kontrak disebutkan pada bagian akhir kontrak
3.       3. Komparisi
Komparisi adalah bagian dari suatu kontrakyang memuat identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak secara lengkap. Biasanya memuat nama-nama para pohak, pekejaan, tempat tinggal, termasuk kapasitas yang bersangkutan sebagai pihak dalam kontrak, misalnya mewakili, pemegang kuasa, bertindak untuk diri sendiri.
4.       4. Restital (latar belakang)
Restital adalah penjelsan resmi atau latar belakang atas suatu keadaan dalam suatu perjanjian untuk menjelaskan mengapa terjadinya perikatan. Dalam restital juga dicantumkan sebab atau kausa yang halal dri masing pihak, hal ini berguna karena sebab yang halal merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian.
5.      5. Definisi
Definisi adalah rumusan istilah-istilah yang dicantumkan dalam kontrak. Tujuan mendifinisikan istilah adalah,
a.       Untuk memperjelas dan memperoleh kesepakatan mengenai istilah kunci yang digunakan dalam kontrak tersebut sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dari para pihak yang membuat kontrak.
b.      Istilah-istilah yang didefinisikan akan digunakan pada pasal-pasal brikutnya sehingga dapat mempersingkat dalam merusmuskan istilah pada pasal-pasal berkikutnya(cukup menggunakan istilah itu, tanpa perlu mejelaskan lagi), mengingat istilah yng digunakan telah didefinisikan pasal definisi.
6.      6. Pengaturan hak dan kewajiban (subtansi kontrak )
Substansi kontrak merupakan kehendak dan keinginan para pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, substansi kontrak dapat mencakup keinginan-keinginan para pihak secara lengkap, termasuk didalamnya objek kontrak, hak dan kewajiban para pihak, dan lain-lain.
7.       7. Domisili
Domisili adalah tempat seseorng melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah suatu perbutan yang menimbulkan akibat hukum. Tujuan dari penentuan domisili adalah untuk mempermudah para pihak dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak yang lainnya. Domisli dibedakan menjadi dua macam yaitu,
a.       Tempat kediaman sesungguhnya
Merupakan tempat melakukan perbuatan hukum pada umumnya. Tempat kediaman yang sesungguhnya dibedakan menjadi dua yaitu.
1.       Tempat kediaman suka rela atau berdiri sendiri yaitu tempat kediaman yang tidak bergantung/ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain
2.       Tempat kediaman yang wajib, yaitu tempat kediaman yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara seseorng dengan orang lain.
b.      Domisili yang dipilih dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
1.       Domisili yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu tempat kediaman yang dipilih berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
2.       Domisili secara bebas, yaitu tempat kediaman yang dipilih secara bebas oileh para pihak yang akan mengadakan kontak atau hubungan hukum.
8.    8. Keadaan memaksa
Adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur, yang sebabkan karna adanya kejadian yang berada diluar kekuasaanya. Dalam kontrak baik demensi nasional maupun internasional selalu dicantumkan ketentuan keadaan memaksa.
9.     9. Kelalaian dan pengakhiran kontrak
Adalah lalai atau tidak dilaksanakannya kewajiban oleh satu pihak atau debitur, sebagai yang ditentukan dalam kontrak.
Dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan yang berkaitan dengan pengakhiran kontrak. Pengakhiran kontrak merupakan upaya untuk menghentikan atau mengakhiri yang dibuat oleh para pihak.
1    10.  Pola penyelesaian sengketa
Merupakan bentuk atau pola untuk mengakhiri sengketa atau pertentangan yang timbul diantara para pihak.
1      11. Penutup
Pentutup kontrak merupakan bagian akhir dari kontrak. Bunyi bagian penutup adalah berbeda antara kontrak yang satu dengan yang lain baik yang dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan maupun akta otentik.
1    12. Tanda tangan
Merupakan nama yang dituliskan secara khas dengan tangan para pihak. Dalam kontrak yang dibuat dalam bentuk dibawah tangan maka tandatangan yang dimuat dalam kontrak meliputi tandatangan para pihak dan saksi-saksi. Adapun kontrak yang dibuat dalam akta autentik, maka tandatangan itu terdiri para pihak saksi-saksi, dan notaris/ pejabat pembuat akta tanah(PPAT).  

SALIM HS.,SH., M.S. DKK. 2014. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta

Tuesday, July 4, 2017

STATUS KEWARGANEGARAAN GANDA


STATUS KEWARGANEGARAAN GANDA

Warga Negara Indonesia adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara(Pasal 2)

Status kewarganegaraan ganda sebagai mana yang dimaksud dalam Undang-undang no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan pasal 4 huruf c,d,h dan l yaitu:
c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.

h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang
ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah
Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan
belas) tahun atau belum kawin;

l. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik
Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada
anak yang bersangkutan;

Pasal 5
(1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar
perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas)
tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya
yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai
Warga Negara Indonesia.

Anak sebagaimana yang dimaksud diatas harus memilih kewarganegaraan mana yang dipilih ketika sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah selang waktu yang untuk memilih kewarganegraan paling lambat tiga tahun dan harus dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen. Pejabat disini dapat dilihat dalam pasal 1 angka 5 yaitu “ Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu
yang ditunjuk oleh Menteri untuk menangani masalah
Kewarganegaraan Republik Indonesia”.

Monday, July 3, 2017

PENGATURAN UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
  1.  Perjanjian yang dilarang
      perjanjan yang dilarang meliputi
  •     perjanjian yang bersifat oligopoli
  •     perjanjian penetapan harga
  •     perjanjian pembagian wilayah pemasaran
  •     perjanjian pemboikotan
  •     perjanjian kartel
  •     perjanjian trust
  •     perjanjian oligopsoni
  •     perjanjian integrasi vertikal
  •     perjanjian tertutup
  •     perjanjian dengan pihak luar negeri  
     2. kegitan yang dilarang meliputi
  •     kegiatan monopoli
  •     kegiatan monopsoni
  •     penguasaan pangsa pasar
  •     jual rugi
  •     persengkokolan
     3. posisi dominan
     4. komisipengawas  persaingan usaha
     5. penegakan hukum
     6. ketentuan-ketentuan lain

PEMBAGIAN HUKUM

Pengklasifikasian hukum
1. menurut sumber formalnya
a. hukum yurisprudensi
b .hukum traktak
c. hukum perjanjian
d. hukum kebiasaan
2. berdasarkan fungsinya
a. hukum materill
b. hukum formil
3. berdasarkan tempat berlakunya
a. hukum nasional
b. hukum internasional
4. berdasarkan bentuknya
a. hukum tertulis
b. hukum tidak tertulis
5. berdasarkan kekuatan berlakunya
a. hukum memaksa
b. hukum mengatur
6.berdasarkan hubungan yang diaturnya
a. hukum subjektif
b. hukum objektif
7. berdasarkan waktu berlakunya
a. hukum positif
b. hukum yang dicita-citakan
8. berdasarkan luas berlakunya
a. hukum umum
b. hukum khusus

Saturday, March 14, 2015

SYARAT-SYARAT SAH PERJANJIAN


Suatu perjanjian di anggap sah apabila dia sudah memenuhi pasal 1320 KUHPER yaitu ;
1. kesepakatan
   kesepakatan adalah persesuian kehendak anatara para pihak yang akan membuat perjanjian baik itu mengenai objek atau lainya.
   kesepakatan itu dibagi menjadi 2 yaitu
a. kesepakatan yg dilakukan secra tegas
b. kesepakatan yang terjadi secara diam-diam
2. kecakapan
   kecakapan adalah kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum ( suatau perbuatan yang menimbulkan akibat hukum) yaitu,
a. dewasa( sudah berumur 21 tahun)
b. sudah menikah ( meskipun umurnya dibawah 21 tahun dia boleh melkukan perjanjian)
c. berakal sehat dalam artian dia tidak gila
d. dibawah pengampuan ( tidak dalam keadaan mabuk, mencuri, mencuri, dll)
3. suatu hal tertentu
  bahwa objek yang diperjanjikan harus jelas ( jelas dalam pelaksanaan hak dan kewajiban)
4. causal yang halal
  isi dari perjanjian itu tidak bertententangan dengan kesusilaan, ketertiban dan UU.

CATATAN
apabila perjanjian itu hanya memenuhi syarat 1dan 2 maka perjanjian itu dapat dibatalkanalah  jika ada salah stu pihak yang tidak setuju dengan perjanjian tersebut tapi jika kedua belah pihak tidak ada yang kebertan maka perjanjian itu dapat dilakukan dan jika perjanjian itu memnuhi syarat 3 dan 4 maka perjanjian itu batal demi hukum

Sunday, December 14, 2014

JENIS-JENISPEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN






JENIS-JENIS PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Dalam literature hukum ketenagakerjaan, dikenal adanya beberapa jenis pemutusan hubungan kerja (PHK), yakni :

1. PHK oleh majikan/pengusaha;
PHK ini bisa terjadi karena hal-hal sebagai berikut
a.       PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat (4))                 

b.       PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal 160 ayat (3))

c.       . PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat (3))

d.      . PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh (melanjutkan hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan (Pasal 163 ayat (2));

e.       . PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat (2)).

f.       . PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat (3)).

g.       PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak yang berwajib) melakukan “kesalahan” dan (ternyata) tidak benar (Pasal 169 ayat (3));

h.      . PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat (4));






2. PHK oleh pekerja/buruh;
PHK oleh pekerja/buruh bisa terjadi karena alasan sebagai berikut:
a.       PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162 ayat (2));

b.       PHK karena pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan ( Pasal 163 ayat (1));
c.        PHK atas permohonan pekerja/buruh kepada lembaga PPHI karena pengusaha melakukan “kesalahan” dan (ternyata) benar (Pasal 169 ayat (2)).

d.       PHK atas permohonan P/B karena sakit berkepanjangan, mengalami cacat (total-tetap) akibat kecelakaan kerja (Pasal 172).
3. PHK demi hukum;
PHK demi hukum bisa terjadi dengan alasan/sebab sebagai berikut:
a.       PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat (1)).

b.       PHK karena pekerja/buruh meninggal (Pasal 166) ;

c.        PHK karena memasuki usia pensiun (Pasal 167 ayat (5))

d.       PHK karena berakhirnya PKWT pertama (154 huruf b kalimat kedua)









4. PHK oleh pengadilan (PPHI)
PHK oleh Pengadilan bisa terjadi dengan alasan/sebab:
a.       PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165);

b.       PHK terhadap anak yang tidak memenuhi syarat untuk bekerja yang digugat melalui lembaga PPHI (Pasal 68)

c.        PHK karena berakhirnya PK (154 huruf b kalimat kedua)


Thursday, December 11, 2014

GADAI DAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN



  GADAI DAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN

I.                   GADAI TANAH PERTANIAN
          Dalam undang-undang no 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria bagian penjelasannya dinyatakan bahwa pemakaian tanah atas dasar sewa, perjanjian bagi hasil, gadai dan sebagainya itu tidak boleh diserahkan pada persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan sendiri atas dasar ‘ free fight’ akan tetepi penguasa akan memberi ketentuan-ketentuan tentang cara dan syarat-syaratnya, agar dapat memenuhi pertimbangan keadilan dan di cegah cara-cara pemerasan oleh karena itu muncullah undang-undang no 56 thn 1960.
Dalam hal gadai tanah pertanian , terdapat pengertian yang telah diberikan dalam peraturan perundng-undangan. Gadai tanah pertanian, dalam penjelasn undang-undang no 56 perpu tahun 1960 tentang penetapan dan luas tanah pertanian, disebutkan bahwa ynag dimaksud dengan gadai ialah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang mempunyai hutang uang padanya. Selama hutang tersebut belum dibayar lunas maka tanah itu tetap berada dalam penguasaan yang meminjamkan uang tadi ( pemegang gadai) selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai, yang dengan demikian merupakan bunga dari hutang tersebut.
Pada undang-undang no 56 perpu tahun 1960 pasal 7 disebutkan bahwa,
1.     Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada  pemiliknya dalam waktu sebulan setelh tanaman yang ada selesai yang di panen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan.
2.     Mengenai hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini belum berlangsung tujuh tahun, maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya kembali setiap waktu setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan membayar uang tebusan yang besarnya menurut rumus : ( 7 +1/2)- waktu berlangsung hak gadai dibagi 7 lalu dikali uang gadai. Dengan ketentuan bahwa sewktu-waktu hak gadai itu telah berlaku tujuh tahun maka pemegang gadai wajib mengembaliakn gadai tersebut tanpa pembayaran uang tebusan, dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada  selesai di panen.
3.     Ketentuan dalam ayat 2 pasal ini berlaku juga terhadap hak gadai yang diadakan sesudah mulai berlakunya peraturan ini.
Ketentuan bahwa tanah yang digadaikan selama tujuh tahun wajib dikembalikan tanpa membayar uang tebusan, dalam banyak kasus mahkamah agung telah memutuskan demikian,
Hal ini bisa dilihat pada putusan mahkamah agung no 38 k/sip/1961 tanggal 17-5-1976, dimna dapat diambil kaidah hukumannya, yakni bahwa walaupun dalam perkara ini yang digugatkan adalah tanah pekarangan dengan rumah diatasnya menurut mahkamah agung pasal 7 no 50/1960 dapat diperlakukan anolog sehingga pekarang dan rumah haruslah di kembaliakn kepada pemiliknya tanpa pemberian kerugain.
Begitu juga pada putusan mahkamah agung no. 903 k/sip/1972 tanggal 10-10-1974. Didapati  kaidah hukum bahwa istilah hak gadai yang dimuat dalam undang-undang 56 perpu 1960 pasal 7 adalah sama halnya dengan jual beli sende( sawah) tanah, oleh karenanya tanah tersebut dikembalikn tanpa uang tebusan.
Atau juga pada putusan mahkamah agung no. 1272 k/sip1973 tanggal 01-04-1975, dengan kaidah hukumannya yaitu undnag-undang no 56 perpu 1960 pasal 7 adalh bersifat memaksa yakni gadai tanah pertanian yang telah berlangsung 7 tahun atau lebih harus dikembaliakn kepada pemiliknya tanpa pembayaran uang tebusan hal ini tidak dapat dilemahkan karena telah diperjanjiakn oleh kedua belah pihak yang berperkara, karena hal itu betentangan dengan prinsip dengan lembaga gadai.

II.                 BAGI HASIL TANAH PERTANIAN

Perjanjian bagi hasil tanah pertanian dalam masyarakat Indonesia masih banyak dipergunakan, meskipun di dalam UUPA disebutkan bahwa bagi hasil tanah pertanian merupakan hak atas tanah yang bersifat sementara. Di dalam praktik, perjanjian bagi hasil dilakukan secara tidak tertulis, hanya secara lisan, tanpa sepengetahuan pejabat desa setempat. Begitu pula tentang perimbangan hasilnya. Masyarakat setempat lebih mengedepankan hukum adat setempat atau hukum kebiasaan. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang seperti itu yang membuat UUPA memberikan sifat sementara kepada hak usaha bagi hasil tanah pertanian. Akan tetapi telah lahir peraturan tersendiri tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil tanah pertanian beserta peraturan pelaksananya. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara peraturan perundang-undangan dengan praktik yang terjadi di lapangan. Hal ini berdampak pada tata cara penyelesaian sengketa.

Apabila menggunakan hukum kebiasaan, maka penyelesaiannya juga lebih mengedepankan hukum kekeluargaan. Sedangkan tata cara penyelesaian sengketa yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan tentang bagi hasil mengikutsertakan pejabat desa.
Yang dimkasud dengan perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu fihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak  yang dalam undang-undang ini disebut penggarap  berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian diatas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak, sesuai  dengan pasal 1 huruf c undang-undang no 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.
Perjanjian bagi hasil harus dilakukan di hadapan kepala desa dan disaksikan oleh dua orang saksi masing-masing dari pihak pemilik dan penggarap, dan disah kan oleh kepala camat atau yang sederajat kedudukannya.
    Jangka waktu perjanjian utntuk sawah sekurang-kurangnya tiga tahun dan untuk tanah kering sekurang-kurangnya lima tahun tapi Dalam hal-hal yang khusus yang ditetapkan oleh Menteri Muda Agraria, oleh Camat dapat diizinkan diadakannya perjanjian bagi-hasil dengan jangka waktu yang kurang dari apa yang ditetapkan bagi tanah yang biasanya diusahakan sendiri oleh yang mempunyainya.
Jika dalam berakhirnya perjanjian bagi hasil tanah yang bersangkutan masih terdapat tanaman yang belum dipanen maka perjanjian tersebut masih berlaku sampai tanaman itu dipanen. Dan apabila penggarap itu meninggal dunia maka pewarisnyalah yang akan melanjutkan dengan hak dan kewajiban yang sama.
Kewajiban pemilik dan penggarap dalam pasal 8 undang-undang no 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil,
(1) Pembayaran uang atau pemberian benda apapun juga kepada pemilik yang dimaksudkan untuk memperoleh hak mengusahakan tanah pemilik dengan perjanjian bagi-hasil, dilarang.
(2) Pelanggaran terhadap larangan tersebut pada ayat 1 pasal ini berakibat, bahwa uang yang dibayarkan atau harga benda yang diberikan itu dikurangkan pada bagian pemilik dari hasil tanah termaksud dalam pasal 7.
(3) Pembayaran oleh siapapun, termasuk pemilik dan penggarap, kepada penggarap ataupun pemilik dalam bentuk apapun juga yang mempunyai unsur-unsur ijon, dilarang.
(4) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana dalam pasal 15, maka apa yang dibayarkan tersebut pada ayat 3 diatas itu tidak dapat dituntut kembali dalam bentuk apapun juga.